Rabu, 11 Februari 2009

Originalitas dan Kebudayaan Batak


Helmut Lukas dalam bukunya Theories of Indianization: Exemplified by Selected Case Studies From Indonesia menyebutkan bahwa Sisingamangaraja merupakan sebuah kasus dari indianisasi di Indonesia dengan tanggapan agak sedikit berlebihan. Tulisan ini menyiratkan bahwa sisi indigenization of religious-magic dari Raja Batak Sisigamangaraja lebih berakar pada pengaruh India yang diperkirakan masuk ke Indonesia antara abad ke-2 masehi sampai ke-12 masehi dibandingkan dengan nilai originalitas dan tingginya budaya Batak itu sendiri. Jalur masuknya orang-orang India itu disebutkan melalui Barus, sebuah kota maritim di pantai barat Sumatera tepatnya di Kabupaten Dairi sekarang.


Kita tahu bahwa ada 2 jenis arus masuknya kebudayaan awal di indonesia atau dapat disebut juga the first settlers; melayu tua dan melayu muda. Dalam salah satu forum ada sebuah analisis yang sangat membantu mengapa budaya Batak dan Toraja berbeda dengan budaya Sunda, Jawa, atau Bali jika kita lihat secara makro. Perbedaan ini disebabkan oleh asal masuknya peradaban tersebut ke Indonesia. Suku Batak di Sumatera Utara masuk ke nusantara dalam periode arus melayu tua jauh lebih dulu masuk sebelum terjadinya arus migrasi melayu muda. Lebih jauh lagi, jika kita berbicara tentang antropologi, kebudayaan di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga jenis kebudayaan; kebudayaan pra-history, kebudayaan Hindu-Buddha, dan kebudayaan Islam. Batak dan Toraja digolongkan dalam kebudayaan pra-history. Jelas bahwa kebudayaan Batak seperti juga kebudayaan Toraja masuk ke dalam golongan kebudayaan pra-history yang ditunjukkan dari peninggalan-peninggalan sejarahnya yang sangat erat dengan kebudayaan batu. Hal ini sangat kontras dengan kebudayaan suku-suku melayu muda yang memang mendapat pengaruh besar dari kebudayaan Hindu-Buddha. Meskipun demikian, belum menemukan literarur yang dapat menjelaskan secara pasti bahwa suku Batak memang bagian dari suku melayu tua; namun jelas suku Batak tidak tergolong dalam suku melayu muda.

Dengan tidak meniadakan masuknya pengaruh India ke Tanah Batak. Menurut Nalim Siahaan dalam buku Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba dan Kebudayaannya, disebutkan bahwa pada waktu Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya, pengaruhnya yang begitu besar sampai ke Barus. meskipun demikian Sriwijaya tidak dapat menaklukkan kerajaan Batak yang berpusat di pedalaman dataran tinggi Tapanuli sekarang. Menurut penelitian bahwa pada saat itu orang-orang Tamil dari India Selatan membentuk korporasi dagang di Barus, ketika kerajaan Cola berkuasa di India. Suku-suku Tamil itu datang dari daerah Pandya dan Malayalam. Orang-orang itu berkulit hitam dan sampai sekarang masih terdapat persamaan warna kulit mereka dengan orang-orang di beberapa daerah Batak, terutama Karo. Adanya marga-marga Colia, Pandia, Pelawi, Meliala, Brahmana, dan marga keling di Tanah Karo, kemungkinan besar berasal dari ketururnan mereka. Namun ini adalah salah satu bagian kecil dari perkembangan kebudayaan Batak pada waktu itu. Pengaruh budaya-budya asing tidak serta merta meniadakan kebudayaan awal yang dibangun oleh masyarakat Batak itu sendiri seperti sehingga menjadikan kebudayaan India sebagai akar dari kebudayaan Batak seperti yang diungkapkan oleh Helmut Lukas. Adapun pengaruh India yang mungkin masuk jauh lebih dulu dari kedatangan orang-orang India ke Barus adalah pengaruh secara general terhadap seluruh kebudayaan di Indonesia.

Jika berbicara mengenai riset lain tentang akar dan asal-muasal budaya Batak, sumber lain bahkan ada yang mengatakan bahwa Batak Toba sebagai keturunan Israel yang hilang. Riset yang begitu teliti dan rapih yang dilakukan oleh seorang Batak Toba yang telah lebih dari 20 tahun tinggal di Israel ini jauh lebih dapat dipertanggunjawabkan kebenarannya. Riset ini didukung oleh seorang antropolog dan juga pendeta Belanda, Prof. van Berben dan diperkuat lagi oleh Prof. Ihromi, guru besar Universitas Indonesia yang mengatakan bahwa tradisi etnik Batak Toba sangat mirip dengan tradisi bangsa Israel kuno.

Kembali ke pernyataan tadi, cara pandangnya dalam pernyataan tentang indianisasi dan asal-muasal kebudayaan Batak dengan hanya mengambil satu contoh unsur dari kebudayaan Batak tersebut adalah tidak tepat. Yang berlebihan adalah generalisasi seluruh unsur kebudayaan Batak berakar dari kebudayaan India. Memang ada pengaruh India dalam kebudayaan Batak dan itu disebutkan dalam beberapa literatur yang ditulis oleh orang-orang Eropa. Namun kalau salah satu unsur kebudayaan itu setelah diteliti berakar dari kebudayaan lain, bukan berari kita dapat mengeneralisasi dan meniadakan kebudayaan yang sedang kita bicarakan. Sejauh yang di ketahui memang Dinasti Sisingamangaraja di Tanah Batak berawal di sekitar abad 17 Masehi, dimana Sisingamangaraja I berkuasa sebagai raja Batak. Adapun raja Sisingamangaraja diklaim sebagai raja di Tanah Batak adalah keputusan dari bius-bius dan huta-huta (kampung-kampung) yang ada di seluruh penjuru Tanah Batak pada waktu itu sebagai pemerintahan sebelum Dinasti Sisingamangaraja. Menurut O.L. Napitupulu, SH dalam bukunya Perang Batak, bius adalah sekumpulan manusia tertentu atau penggabungan beberapa "horja", sehingga kerajaan bius mengartikan kerajaan masyarakat tertentu. Orang-orang tersebut sepakat mengikatkan diri dalam suatu masyarakat sebagai hasil dari rapat rakyat. Selain itu, dari sumber lain mengtatakan bahwa bius merupakan semacam sebuah pemerintahan yang menguasai daerah-daerah yang lebih kecil yang membentuk seluruh Tanah Batak.

Bius-bius dan huta-huta tersebut dengan rajanya masing-masing pada akhirnya sepakat untuk bersatu dan memiliki satu pemimpin yaitu raja Sisingamangaraja. Adapun Bius-bius tersebut masih memiliki otonomi mereka masing-masing. Unsur kebudayaan Batak melalui keberadaan Sisigamangaraja sebagi the god-king of the Toba Batak seperti yang diungkapkan oleh Helmut Lukas tidak dapat diakarkan dari kebudayaan "vulgar religion" dari India Selatan. Pernyataannya vulgar religion ini sangat berlebihan. Hal ini jelas dalam catatan sejarah pemerintahan Sisingamangaraja di Tanah Batak. Dinasti Sisingamangaraja bukannlah seperti sorang feodal yang kaya raja, tidak memiliki harta kekayaan yang melebihi rakyat. Mereka memerintah sebagaimana raja-raja lainnya yang terbatas hanya pada satu daerah tertentu. Di samping sebagai raja dunia, juga berpesan sebagai pengantara untuk menyampaikan pesan-pesan Mula Jadi Na Bolon kepada rakyat. Dinasti Sisingamangaraja tidak mau didewakan. Hanya oleh sebab kebaikan dan cinta pada rakyat membuat seluruh penduduk negeri mencintai mereka. Mereka memberi kesempatan kepada raja-raja lain di kampung lain untuk memerintah kampung itu sesuai dengan cara-cara pemerintahan yanng diinginkan oleh sang raja. Kampung-kampung merupakan daerah yang berwenang dan raja-raja setiap kampung dipilih oleh rakyatnya sendiri.

Keberadaan orang-orang India di Barus sekitar abad ke-15 pada dasarnya tidak sampai mempengaruhi kebudayaan Batak sampai ke sendi-sendi keaslian dan asal-muasal kebudayaan Batak itu sendiri. Adanya marga-marga Batak Karo yang mirip dengan nama-nama India dan beberapa kelompok penduduk setempat yang berkulit hitam seperti halnya orang Tamil adalah sebuah peristiwa kecil dari sekian panjangnya sejarah kebudayaan Batak itu yang selama berabad-abad lamanya mengisolasi diri di pedalaman dataran tinggi sumatera. Jika melihat kebudayaan Batak sekarang baik secara umum ataupun khusus, pengaruh-pengaruh luar mungkin menjadi pelengkap seperti dalam segi bahasa dan yang lainnya. Namun hal ini tidak sampai masuk ke dalam sendi-sendi dan prinsip-prinsip kebudayaan asli Batak. Literatur-literatur Barat mengatakan bahwa kebudayaan Batak merupakan one of the most distinct culture in the world. Batak has its own people, religion, language, writing system, calendar, books, knowledge, medical knowledge, house, music, garments, kings, army, and isolated are for sure. Orang-orang Batak yang berabad-abad berada di pedalaman dataran tinggi Tanah Batak hidup dengan tradisi turun-temurun yang sangat indentical. They enjoy it and they live with it. Tidak dapat dipungkiri memang, akhir dari masa isolasi dengan dunia luar setelah datangnya para penyebar agama Islam dan Kristen di Tanah Batak sedikit banya mempengaruhi kebudayaan Batak tersebut. Namun bagaimanapun juga sampai saat ini, kebudayaan Batak masih tetap terpelihara dengan segala originalitasnya. Adapun penyesuaian yang mengakibatkan sedikit banyak perubahan terjadi oleh karena prioritas antara budaya dan agama sebagai prinsip yang lebih fundamental. Kesimpulannya adalah bahwa nilai-nilai kehidupan orang Batak telah melahirkan kebudaaan Batak sejak jaman dahulu dan akan terus berkembang dengan mengambil pengaruh positif yang dapat tetap menjaga keaslian nilai-nilai hidup orang Batak yang telah ada sejak semula.

Ditulis oleh Guntur Purwanto Situmorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar